DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
NAMA : 1. Natasya
cilvita
2. m.sepchendri z.p
3. dilla safitri
4. angga rianto
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat
Allah SWT., atas izin dan kehendak-Nya-lah kami bisa menyelesaikan makalah
ini. Salawat serta salam kami ucapkan kepada Nabi Muhammad
SAW, nabi terakhir sekaligus manusia
yang menjadi teladan bagi kita semua.
Tujuan
penyusunan makalah ini tentunya ialah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
mata kuliah Otonomi Daerah. Makalah yang kami susun ini berjudul ”Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah”. Demi tersusunnya makalah
ini, kami mengambil referensi dari
berbagai buku bacaan serta sumber
lain dari internet. Tidak lupa kamimengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. Yaya M. Abdul Aziz,
M.Si. selaku dosendari mata kuliah Otonomi Daerah.
Demikianlah, beberapa patah kata yang kami sampaikan. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih memiliki banyak sekali kekurangan. Maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan sarannya agar penulis bisa membuat sebuah makalah yang
lebih baik di kemudian hari.
Wasslamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Padang, 3 September 2018
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................................
i
DAFTAR
ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................................... 2
C. Tujuan..................................................................................................................... 2
D. Manfaat................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Hubungan
dalam Bidang Kewenangan.................................................................. 4
B. Hubungan
dalam Bentuk Pembinaan dan Pengawasan......................................... 6
C. Hubungan
dalam Bidang Keuangan...................................................................... 9
D. Hubungan
dalam Bidang Pelayanan Umum......................................................... 10
E. Hubungan dalam Bidang
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Lainnya ................................................................................................................. 12
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................ 14
B. Saran..................................................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................... 15
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak
Negara Republik Indonesia diproklamasikan, para pendiri negara (the founding
father) berkeinginan bahwa negara Indonesia ini merupakan Negara Kesatuan.
Hal ini dapat dilihat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan bahwa:
“Negara Indonesia ialah negara Kesatuan yang berbentuk Republik.”
Sejak
Konstitusi Indonesia ditetapkan sampai terjadinya amandemen pasal-pasal dalam
Konstitusi RI (UUD 1945), pasal tersebut tidak termasuk ke dalam pasal yang
diamandemen. Hal ini membuktikan bahwa sejak diproklamasikannya negara ini
hingga sekarang, Indonesia tetap berprinsip pada bentuk negaranya sebagai
Negara Kesatuan. Bahkan menurut Pasal 37 ayat (5) UUD 1945, hasil amandemen UUD
1945 menetapkan bahwa khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
tidak dapat dilakukan perubahan.
Menurut
Syafrudin (1993), ciri yang melekat dari negara kesatuan yaitu adanya
Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah yang keduanya saling berhubungan
erat dan saling menentukan. Artinya, Pemerintah Pusat tidak akan mampu
menjalankan tugas dan kewajiban dalam organisasi kekuasaan negara yang sangat
luas tanpa bantuan Pemerintah Daerah. Di sisi lain, Pemerintahan Daerah tidak
akan mendapat kekuasaan (power) yang berbentuk kewenangan (authority)
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya apabila tidak diberi wewenang oleh
Pemerintah Pusat yang diatur melalui peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian, hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah di negara
kesatuan sangat menentukan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan.
Untuk
menyelenggarakan otonomi daerah yang baik, perlu adanya pembinaan dan
pengawasan terhadap setiap tindakan daerah otonom. Selain dalam hal kewenangan
dan pembinaan serta pengawasan, hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah juga mencakup hubungan dalam bidang keuangan, hubungan dalam bidang
pelayanan umum dan hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulis membatasi rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang kewenangan?
2. Bagaimana
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bentuk pembinaan
dan pengawasan?
3. Bagaimana
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang keuangan?
4. Bagaimana
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang pelayanan
umum?
5. Bagaimana
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya?
C. Tujuan
Tujuan
dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk
memberikan pemahaman mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam bidang kewenangan.
2. Untuk
memberikan pemahaman mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam bentuk pembinaan dan pengawasan.
3. Untuk
memberikan pemahaman mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerntah
Daerah dalam bidang Keuangan.
4. Untuk
memberikan pemahaman mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam bidang pelayanan umum.
5. Untuk
memberikan pemahaman mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
D. Manfaat
Manfaat dari
penulisan makalah ini ialah:
1. Secara
teoritis dapat menambah wawasan keilmuan kita mengenai otonomi daerah,
khususnya mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2. Secara
praktis, makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber rujukan bagi kita dalam
mengkaji setiap bentuk kesenjangan dalam hubungan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang terjadi di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hubungan dalam Bidang
Kewenengangan
Hubungan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang kewenengan berkaitan
dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan
urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini mencerminkan bentuk otonomi
terbatas atau otonomi luas. Menurut Manan (2002), suatu daerah dapat
digolongkan sebagai otonomi luas apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Urusan-urusan
rumah tangga daerah secara kategori dan pengembangannya diatur dengan cara-cara
tertentu pula.
2. Apabila
sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa sehingga daerah
otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur
dan mengurus rumah tangga daerahnya.
3. Sistem
hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan
kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.
Dalam
penyelenggaraan otonomi luas, urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah
jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan urusan pemerintahan yang tetap
menjadi wewenang pemerintahan pusat. Otonomi luas bisa bertolak dari prinsip,
semua urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah,
kecuali hal-hal yang ditentukan sebagai urusan pusat sebagai mana diatur dalam
pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, yaitu:
1. Politik
luar negeri, yaitu seperti urusan pengangkatan pejabat diplomatik dan menunjuk
keluarga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan
kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan
kebijakan perdagangan luar negeri dan sebagainya.
2. Pertahanan,
misalnya mendirikan atau membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan
perang, menyatakan negara atau sebagian negara dalam keadaan bahaya, membangun
dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan
kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara, dan
sebagainya.
3. Keamanan,
misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan
keamanan nasional, menindak kelompok atau organisasi yang melanggar hukum
negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya menggangu keamanan
negara dan sebagainya.
4. Moneter
dan fiskal nasional, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang,
menetapkan kebijakan moneter/fiskal, mengendalikan peredaran uang dan
sebagainya.
5. Yustisi,
misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hukum dan jaksa, mendirikan
lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian,
memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang peraturan
pemerintah, dan peraturan lain yang berlaku secara nasional.
6. Agama,
misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberi
hak pengakuan terhadap suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan
kehidupan keagamaan dan sebagainya..
Selain
keenam urusan pemerintah tersebut, selebihnya menjadi wewenang Pemerintah
Daerah. Dengan demikian, urusan yang dimiliki pemerintah daerah tidak terbatas.
Daerah diberi kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
dianggap mampu dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan memiliki potensi untuk
dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Abdullah, 2000).
Dalam
pembagian urusan pemerintahan, terdapat bagian urusan pemerintahan yang
bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya
dalam bagian atau bidang tertentu, dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, pada setiap urusan yang
bersifat concurrent, ada bagian urusan yang menjadi wewenang
Pemerintah Pusat dan ada bagian yang diserahkan pada kabupaten/kota. Untuk
mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent ini, secara
proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka
disusunlah kriteria yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi
dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan sebagai
suatu sistem antara hubungan kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, atau antar pemerintahan daerah
yang saling terkait, tergantung dan sinergis.
a) Eksternalitas,
yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan
dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan
pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota, apabila regional
menjadi kewenangan provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat.
b) Akuntabilitas,
yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa
tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat
pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang
ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
c) Efisiensi,
yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan
tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan
ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan
bagian urusan. Artinya apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya
dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh daerah
Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota dibandingkan apabila ditangani oleh
Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi
dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan
lebih berdayaguna dan berhasil guna bila ditangani oleh Pemerintah Pusat maka
bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh Pemerintah Pusat. Untuk itu
pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup
wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut. Ukuran dayaguna dan
hasilguna tersebut dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat
dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi. Sedangkan yang dimaksud dengan
keserasian hubungan yakni bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintah yang
dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan
(inter-koneksi), saling tergantung (inter-dependensi), dan saling mendukung
sebagai satu kesatuan sistem dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan.
B. Hubungan dalam Bentuk
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana diatur dalam Bab XII 12 Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 dan diatur lebih terperinci dalam peraturan pemerintah Nomor 79 tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
dilakukan oleh Pemerintah (pusat) untuk menjaga keutuhan NKRI. Hal ini karena
tidak menutup kemungkinan dengan diberikannya keleluasaan dan kewenengan untuk
menjalankan roda pemerintahannya (desentralisasi), daerah dengan kewenangannya
sendiri meneyelenggarakan pemerintahan tanpa memperhatikan keperluan (keutuhan)
NKRI (Pemerintah Pusat) sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Pembinaan
atas penyelenggaraan pemerintah daerah merupakan upaya yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau gubernur selaku wakil pemerintah pusat yang ada di daerah
untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Pembinaan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah
meliputi :
a. koordinasi
pemerintahan antar susunan pemerintahan;
b. pemberian
pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
c. pemberian
bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan;
d. pendidikan
dan pelatihan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD,
perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, kepala desa, anggota badan
permusyawaratan desa, dan masyarakat secara umum;
e. perencanaan,
penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan
pemerintahan.
Konsultasi
dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi.
Pemberian pedoman dan standar mencangkup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata
laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian, dan pengawasan. Pemberian
bimbingan, supervisi dan konsultasi dilaksanakan secara berkala dan/ atau
sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupu kepala daerah
tertntu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan secara
berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat
daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa. Perencanaan, penelitian,
pengembangan, pemantauan, dan evaluasi dilaksanakan secara berkala ataupun
sewaktu-waktu dengan memperhatikan susunan pemerintahan. Pelaksanaan ketentuan
tersebut dapat dilakukan secara kerja sama dengan perguruan tinggi dan/atau
lembaga penelitian.
Dalam
hal pengawasan Pemerintah Pusat terhadap setiap penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, diatur dalam BAB XII pasal 218 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004.
Maksud pengawasaan ini ialah menjaga pelaksanaan otonomi oleh daerah-daerah
agar diselenggarakan dan tidak bertindak melebihi wewenangnya sehingga daerah
dengan wewenangnya yang luas, nyata dan bertanggung jawab ini menyelenggarakan
pemerintahan tanpa memperhatikan keutuhan NKRI.
Fungsi
pengawasan ini dalam rangka menjamin terlaksananya kebijaksanaan pemerintah dan
rencana pembangunan pada umumnya. Dalam organisasi pemerintahan, pengawasan
bertujuan menjamin:
1. keserasian
antara penyelenggaraan tugas pemerintah oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, dan
2. kelancaran
penyelenggaraan pemerintah secara berdaya guna dan berhasil guna.
Pengawasan
Pemerintah Pusat atas penyelenggaraan pemerintah daerah ini tentunya telah
mengalami pergeseran sejak adanya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dikenal dengan adanya
pengawasan umum, pengawasan preventif, dan pengawasan represif.
1. Pengawasan
Umum
Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, pengawasan
umum ialah pengawasan Pemerintah Pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan tugas
dan wewenang yang telah diberikan oleh Pemerintah Pusat terhadap keseluruhan
pelaksanaan tugas dan wewenang yang telah diberikan oleh Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah. Pengawasan umum ini meliputi bidang pemerintahan,
kepegawaian, keuangan dan peralatan, pembangunan, perumahan daerah, serta
bidang yayasan dan lain-lain yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
2. Pengawasan
Preventif
Pengawasan preventif mengharuskan setiap peraturan
daerah dan keputusan kepala daerah mengenai pokok tertentu berlaku sesudah
mendapatkan pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi peraturan daerah dan
keputusan kepala daerah tingkat II. Peraturan daerah dan keputusan kepala
daerah yang memerlukan pengesahan itu adalah hal-hal yang menyangkut sebagai
berikut:
a. Menetapkan
ketentuan ketentuan yang menyangkut rakyat dan mengandung perintah, larangan,
keharusan berbuat sesuatu yang ditujukan langsung kepada rakyat.
b. Mengadakan
ancaman pidana berupa denda atau hukuman kurungan atas pelanggaran tertentu.
c. Memberikan
bahan kepada rakyat (pajak, retribusi daerah).
d. Mengadakan
utang piutang, menanggung pinjaman, mengadakan perusahaan daerah, menetapkan
dan mengubah apbd, mengatur gaji pegawai dan lain-lain.
3. Pengawasan
Represif
Pengawasan represif adalah menyangkut penangguhan atau
pembatalan Peraturan Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau
peraturan perundangan yang tingkatnya lebih tinggi. Pengawasan represif dapat
dilakukan oleh pejabat yang berwenang terhadap semua peraturan daerah dan
keputusan kepala daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal
218, pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan melalui:
1. Pengawasan atas
penyelenggaraan urusan pemerintah didaerah dilaksanakan oleh pemerintah yang
meliputi;
a. Pengawasan atas
pelaksanaan dan urusan pemerintahan didaerah;
b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dasn peraturan
kepala daerah.
2. Pengawasan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat
pengawas intern pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
Untuk
mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, pemerintah memberi penghargaan
pada pemerintah daerah, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, anggota
DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, perangkat desa, anggota
badan permusyawaratan desa berdasarkan hasil penilaian terhadap pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah yang menunjukan prestasi tertentu. Sebaliknya,
pemerintah juga memberikan sanksi apabila ditemukan adanyan pemyimpangan dan
pelanggaran.
C. Hubungan
dalam Bidang Keuangan
Dalam
alokasi sumber keuangan daerah, yang menjadi pokok permasalahan ialah
perimbangan antara keuangan pusat dan keuangan daerah. Perimbangan adalah
memperbesar pendapatan asli daerah sehingga lumbung keuangan daerah dapat
berisi lebih banyak. Permasalahan yang sering terjadi saat ini ialah minimnya
jumlah uang yang dimiliki daerah dibandingkan dengan uang yang dimiliki pusat.
Beberapa
hal yang perlu dicatat mengenai hubungan keuangan antara pusat dan daerah ialah
sebagai berikut:
1. Meskipun pendapatan asli
daerah tidak banyak, tidak berarti lumbung keuangan daerah tidak berisi banyak.
Lumbung keuangaan daerah tidak bersumber dari pendapatan sendiri, tetapi dari
uang yang diserahkan pusat kepada daerah seperti subsidi dan lainya. Tidak
berarti pula lumbung keuangan daerah yang terbatas itu menyebabkan rakyatnya
menikmati kesejahteraan karena usaha kesejahteraan ikut diselenggarakan pusat.
2. Meskipun ada
skema hukum perimbangan keuangan, dalam kenyataan perimbangan keuangan pusat
dan daerah hanya ilusi karena dalam keadaan apapun, keuangan pusat akan selalu
lebih kuat dari pada keuangan daerah.
3. Meskipun
sumber lumbung keuangan daerah diperbesar, tidak akan ada daerah yang mampu
membelanjai secara penuh rumah tangganya sendiri.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 15 Undang-undang nomor 32 tahun 2004, hubungan di bidang
keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (vertikal) meliputi
sebagai berikut:
1. Pemberian sumber-sumber keuangan, untuk meneyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah.
2. Pengalokasian dana perimbangan kepadada pemerintah
daerah.
3. Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah
daerah
Sementara
itu, hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintah daerah (horizontal)
meliputi sebagai berikut:
1. Bagi hasil pajak dan non pajak antara pemerintah ke
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/ kota.
2. Pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung
jawab bersama.
3. Pembiayaan bersama atas kerja sama daerah.
4. Pinjaman dan/ atau hibah antar pemerintah daerah.
D. Hubungan
dalam Bidang Pelayanan Umum
Mengenai
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (vertikal) dalam bidang
pelayanan umum, diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 16
ayat (1) yaitu meliputi:
1. Kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar
pelayanan minimal;
2. Pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi
kewenangan daerah;
3. Fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan
daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
Sementara
itu, pada ayat (2) diatur mengenai hubungan antar pemerintah daerah
(horisontal) dalam bidang pelayanan umum yaitu:
1. Pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi
kewenangan daerah;
2. Kerja sama antar pemerintahan daerah dalam
penyelengaraan pelayanan umum; dan
3. Pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.
Bidang
pelayanan umum menjadi sorotan yang cukup penting dalam kajian otonomi. Masih
sering ditemukan pelayanan umum di daerah yang tidak memenuhi standar minimal
pelayanan. Hal ini entah dikarenakan daerah yang tidak peduli ataukah tidak
mampu (keterbatasan kemampuan) dalam menyediakan pelayanan umum yang maksimal.
Bila diambil contoh yaitu dalam penyediaan pelayanan umum berupa rumah sakit,
dimana terdapat fasilitas rumah sakit yang berbeda-beda, ada rumah sakit dengan
fasilitas minim (di bawah standar), adapula yang lengkap.
Selain
bidang kesehatan, pelayanan umum bidang transportasi juga perlu diperhatikan
seperti penyediaan halte, penyediaan akses jalan alternatif agar memudahkan
seseorang menuju daerah itu. Seharusnya pemerintah pusat memperhatikan hal-hal
ini dan memfasilitasi serta turut mendanai penyelenggaraan pelayanan umum di
daerah-daerah yang memerlukan penyediaan pelayanan umum agar lebih maksimal,
efektif, dan menjamin kenyamanan masyarakat yang menikmatinya.
Permasalahan
utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan
kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung
pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana),
dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan. Dilihat dari sisi pola
penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara
lain: kurang responsif, kurang informatif, kurang accessible,
kurang koordinasi, birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi
masyarakat, dan inefisien.
Dilihat
dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan
profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai pandangan juga setuju
bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem
kompensasi yang tepat. Sedangkan apabila dilihat dari sisi kelembagaan,
kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus
dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang
membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi.
Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan
fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang
juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
E. Hubungan dalam Bidang
Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Lainnya
Berdasarkan
ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa
hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah meliputi:
1. Kewenangan, tanggung
jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak,
budidaya, dan pelestarian;
2. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya; dan
3. Penyerasian lingkungan dari tata ruang
serta rehabilitasi lahan.
Dari
yang telah disebutkan diatas, nampak jelas bahwa daerah yang memiliki kekayaan
sumber daya alam, dalam hal kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,
pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian melibatkan
pula pemerintah pusat. Dan juga daerah mendapatkan bagi hasil atas pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya bersama dengan pemerintah pusat karena
kedua pemerintah ini ikut andil dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam.
Sementara
itu, pada ayat berikutnya diatur mengenai hubungan pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya secara horizontal (antar pemerintah daerah) yaitu
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah;
2. Kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya
alam. dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan
3. Pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya.
Daerah
yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di
wilayah laut. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam
di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah
laut meliputi:
a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan
kekayaan laut;
b. pengaturan administratif;
c. pengaturan tata ruang;
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan
oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Kewenangan
untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 mil laut diukur dari
garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk
provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk
kabupaten/kota. Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24
(dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut
dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2
(dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga)
dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 10 ayat (3), Ada enam hal yang menjadi
urusan Pemerintah Pusat yang tidak menjadi kewenangan Pemerintah Daerah yaitu
mengenai politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal
nasional, yustisi dan persoalan agama. Selain keenam hal tersebut, selebihnya
menjadi urusan daerah. Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara
proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka
disusunlah kriteria yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.
Dalam
penyelenggaraan otonomi daerah, Pemerintah Pusat mengadakan pembinaan dan
pengawasan terhadap setiap kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Pembinaan atas penyelenggaraan tersebut meliputi koordinasi pemerintahan antar
susunan pemerintahan; pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan
pemerintahan; pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan urusan
pemerintahan; pendidikan dan pelatihan bagi kepala daerah atau wakil kepala
daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, kepala
desa, anggota badan permusyawaratan desa, dan masyarakat secara umum; serta
perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan
urusan pemerintahan. Dalam hal pengawasan Pemerintah Pusat atas penyelenggaraan
Pemerintah Daerah dikenal adanya tiga jenis pengawasan yaitu pengawasan umum,
pengawasan preventif, dan pengawasan represif.
Dalam
hal hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di bidang keuangan,
pelayanan umum serta pengelolaan sumber daya diatur dalam pasal 15 sampai pasal
17 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dimana disana diatur mengenai hubungan
secara vertikal (antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) dan hubungan
secara horizontal (antar pemerintah daerah) mengenai ketiga bidang tersebut.
B. Saran
Pelaksanaan
otonomi daerah di era globalisasi saat ini perlulah ditingkatkan lagi. Peran
Pemerintah Pusat sangatlah penting dalam membantu pembangunan di daerah-daerah.
Dalam hal pengelolaan keuangan daerah, sangatlah perlu adanya peningkatan dalam
manajemen pengelolaannya. Dalam hal pelayanan umum di daerah, kita masih sering
menemukan ketidakpuasan dari masyarakat. Beberapa rekomendasi terkait hal
tersebut bisa dilakukan melalui penetapan standar pelayanan, pengembangan
Standard Operating Procedures (SOP), pengembangan survey kepuasan pelanggan,
dan pengembangan sistem pengelolaan pengaduan. Selain itu perlu adanya
reformasi birokrasi yang serius dalam mengatasi kelemahan-kelemahan pelayanan
di daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah,
Rozali. 2000. Pelaksanaan Otonomi Luas & Isu Federalisme sebagai
Suatu Alternatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://dhyazjopi.blogspot.co.id/2013/05/hubungan-pemerintah-pusat-dan-daerah.htmldiakses
pada 15 November 2015 pukul 06.30 WIB
http://nurfaradilaa.blogspot.co.id/2013/04/hubungan-pemerintah-pusat-dengan_24.htmldiakses
pada 12 November 2015 pukul 11.54 WIB
Manan,
Bagir. 2002. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta:
Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII.
Rosidin,
Utang. 2015. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung:
Pustaka Setia.
Safrudin,
Ateng. 1993. Pengaturan Koordinasi Pemerintah di Daerah. Bandung:
Citra Aditya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar